Sabtu, 21 April 2012

PERUBAHAN DAN PENGUATAN KURIKULUM :Fakultas Psikologi Siap Ciptakan Lulusan yang Marketable

Untuk menjadikan Fakultas Psikologi UIN Jakarta menjadi salah satu fakultas psikologi unggulan di Indonesia, sehinga dikenal, diterima, dan masuk ke dalam arus utama (main streaming), diperlukan perubahan perilaku organisasi dan penguatan kurikulum. Perubahan ini mutlak dilakukan jika fakultas tidak ingin tetap dalam status quo. Untuk melakukan perubahan, perlu ada desain dan redesain dalam visi, misi, perilaku organisasi, pola pikir, kultur, pola kepemimpinan, hubungan antar karyawan, dosen, dan mahasiswa, mutu layanan dan sebagainya. Penguatan kurikulum dilakukan untuk meningkatkan mutu lulusan yang memiliki kemandirian, jiwa kewirausahaan dan kelayakan kerja.

Aspek yang penting dalam perubahan adalah perubahan perilaku organisasi. Perubahan perilaku organisasi dimulai dari tahapan unfreezing, kemudian moving dan terakhir adalah refreezing. Tahapan moving yang dilakukan fakultas psikologi UIN saat ini untuk menjadi pusat kajian psikologi kuantitatif sudah tepat alias on the right track.

Namun, perubahan yang dilakukan, tetap perlu mempertahankan kultur dan nilai-nilai keislaman yang menjadi ciri khas UIN sehingga ada keseimbangan antara perubahan, kemajuan, dan nilai-nilai keislaman. Dengan cara-cara seperti inilah, fakultas psikologi bisa memposisikan dirinya dengan fakultas lain sehingga lulusannya marketable.

Demikian kesimpulan dari diskusi dosen tentang Benchmarking Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang diselenggarakan pada hari Jumat (20/4/2012) di ruang sidang fakultas. Sebagai pembicara adalah J.P. Soebandono dan Bambang Suryadi dan dipandu oleh Neneng Tati Sumiati. Soebandono adalah mantan Presiden Direktur IMB Indonesia dan kini mengajar mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) di Fakultas Psikologi UIN.

Menurut Yoni, panggilan akrab Soebandono fakultas perlu memberikan warna (baca kompetensi) tersendiri bagi alumninya dengan menganalogikan kepada Indonesian Banking School (IBS) milik Bank Indonesia. “Mengapa tidak ada alumni yang nganggur? Sebab mereka memiliki warna tersendiri yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja”, ungkap Soebandono seraya manambahkan setiap lulusan IBS punya banyak sertifikat: TOEFL, MBTI, DISC, assessment center, sehingga mereka mudah mendapatkan pekerjaan.

Untuk memberikan warna tersebut, tambah Soebandono, diperlukan curricula enhancement atau peningkatan kurikulum. Kondisi di lapangan memerlukan sarjana yang lebih kompetitif dan memiliki nilai jual atau marketable yang dibuktikan dengan kualitas individu. Selain itu, generasi yang akan datang lebih menekankan kepada spirit of employability (semangat kelayakan kerja) daripada jabatan karir dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Demikian juga generasi mendatang, akan fokus kepada teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan berbagai gaya hidup. Yang lebih penting lagi, kenyataan yang ada, hampir seratus persen alumni psikologi bekerja di dunia industri atau sekurang-kurangnya terlibat dalam organisasi. Oleh karena itu diperlukan pengkayaan dan perluasan pengetahuan, wawasan, dan pengalaman tentang PIO.

Lebih lanjut, Soebandono mengatakan kemandirian dan jiwa kewirausahaan perlu ditanamkan kepada mahasiswa sejak mereka masuk perguruan tinggi. Pengalaman pribadi Soebandono dalam menanamkan jiwa kemandirian dan kewirausahaan kepada anaknya bisa kita jadikan pelajaran. “Anak saya seorang artis. Di luar rumah ia sibuk dengan aktitivitasnya, tetapi di rumah ia membuat kue dan menjajakannya kepada kerabat dan keluarga dekat. Hasilnya lumayan”, cerita doktor dalam bidang PIO yang pernah bekerja sembilan tahun di Australia terebut.

Contoh yang sederhana tersebut memberikan pesan bahwa lebih baik menjadi bos untuk diri sendiri daripada bekerja dengan seorang bos. Sebab menjadi bos tidak perlu diperintah oleh orang lain tetapi memerintah diri sendiri. Secara psikologis, dalam bekerja seseorang merasa kurang nyaman jika selalu diperintah. Maka, jadilah bos untuk diri anda sendiri. Anda bebas menentukan pilihan atau kehendak dalam melakukan tugas.

Sementara Bambang Suryadi menekankan pentingnya keseimbangan antara lima kompetensi yang sudah ditetapkan fakultas psikologi. Dalam paparannya, Bambang mengatakan penekanan pada psikologi kuantitatif sudah tepat untuk membawa fakultas psikologi UIN ke arus tengah. “Metodologi penelitian dan statistik itu penting dan harus dikuasai oleh mahasiswa, tetapi tidak boleh melupakan aspek lainnya, yaitu kemampuan personal dan sosial, kemampuan berpikir ilmiah, kemampuan melakukan penelitian, asesmen, dan intervensi. Karena itu diperlukan keseimbangan supaya tidak terjadi kepincangan”, ucapnya sambil menambahkan perlu dilakukan cara-cara yang efektif untuk penguatan kurikulum supaya beban kuliah tidak terlalu berat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar