Sukses, tertib, lancar, dan terorganisir (STLT), itulah kesan dan ucapan yang tepat untuk menggambarkan pelaksanaan Silaturahim Nasional Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor di Cirebon pada tanggal 23 sampai 25 Maret 2012. Ada beberapa indikator penting untuk membuktikan acara ini sukses dan berhasil.
Pertama, dari segi kehadiran peserta silatnas. Acara ini telah berhasil menyatukan empat jenis unsur peserta, yaitu unsur Keraton Kasepuhan Cirebon, Pimpinan Pondok Modern Gontor, pejabat pemerintah, serta alumni Gontor di dalam dan luar negeri.
Pihak Keraton Kasepuhan diwakili oleh Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat. Menurut Sultan, silatnas ini merupakan jembatan berkumpulnya satu keluarga, dimana keluarga muda (baca alumni Gontor) menengok keluarga tua. “Silatnas ini bukan suatu kebutuhan tetapi suratan taqdir dari Allah yang menuntun alumni Gontor untuk menengok asal usul pendiri Pondok”, ungkap Sultan seraya memberikan gelar Raden kepada K.H. Abdullah Syukri dan K.H Hasan Abdullah Sahal.
Lebih lanjut, Sultan mengingatkan pesan dan wasiat Syarif Hidayatullah kepada generasi penerusnya. Wasiat dan pesan tersebut adalah “Insun titip tajug dan fakir miskin” yang astinya “saya titip masjid/mushalla dan fakir miskin”. Sebuah pesan yang sarat dengan makna integralitas, religi, dan sosial.
Dari jajaran Pimpinan Pondok Modern Gontor yang turut hadir adalah K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, K.H. Hasan Abdullah Sahal, keduanya sebagai Pimpinan Pondok Modern Gontor, K.H. Akrim Maryat Ketua PP IKPM, K.H. Masyhudi Shobari Direktur KMI, K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, H. Suyoto Arif, H. Nur Syahid, dan beberapa keluarga Pondok Gontor.
Sementara dari unsur pejabat pemerintah yang hadir dalam acara ini adalah Surya Dharma Ali Menteri Agama, Nur Syam Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Dede Rosyada Direktur Pendidikan Islam, Dedi Jubaidi Direktur Madrasah yang nota bene alumni Gontor, Direktur Pesantren Ace Saifuddin, Syairozi Kepala Kantor Kementerian Agama Jawa Barat dan beberapa pejabat di wilayah Cirebon.
Sedangkan dari unsur alumni, menurut laporan ketua panitia, Tata Taufik, ada 1.500 alumni yang hadir, termasuk perwakilan IKPM luar negeri, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Karena itu Menteri Agama menyebutnya sebagai silaturahim internasional bukan Silatnas, sebab pesertanya tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari luar negeri.
Dari ketiga unsur tersebut, dapat dikatakan melalui ajang silatnas ini, telah menyatu antara umara, ulama, dan rakyat. Sebuah pertemuan yang memadukan keharmonisan, kedamaian, kekeluargaan, kebersamaan, dan keakraban.
Indikator kedua, dari segi pendanaan. Penyelenggaraan acara silatnas ini murni didanai oleh alumni Gontor. “Acara ini murni didanai alumni Gontor. Panitia tidak mengajukan proposal kepada Kementerian atau Lembaga Pemerintah”, ungkap Tata Taufik dalam sambutannya. Hal ini, tambah Tata, menunjukkan rasa solidaritas, ukhuwah, kemandirian dan kemampuan para alumni. Diantara alumni yang memberikan sponsor, tambah Tata Taufik, adalah Global Infiniti penyelenggara umrah dan haji mandiri sejahtera, Mutiara, Fannani Center, Barokah Jenang Kudus.
Ketiga, dari segi waktu penyelenggaraan. Acara ini didesain selama tiga hari, mulai hari Jumat sampai Ahad. Memanfaatkan libur nasional Hari Nyepi yang jatuh pada hari Jumat disambung dengan Sabtu dan Ahad sehingga banyak alumni yang bisa hadir. Dengan waktu tiga hari, para alumni memiliki kesempatan yang cukup untuk saling bernostalgia, melepas kangen, dan bertukar informasi atau pengalaman.
Suasana seperti ini tentunya berbeda dengan penyelenggaraan silatnas di Jakarta Convention Center (JCC) pada tahun 2010 yang lalu. Acara diselenggarakan hanya satu hari, dari pagi sampai sore. Sehingga para alumni yang datang dari jauh tidak memiliki cukup waktu untuk melepas kangen dan bernostalgia sesama rekan alumni. Apalagi susunan acaranya sangat padat. Akibatnya, saat menteri hadir, para alumni lebih memilih berada di luar ruangan daripada mendengarkan ceramah seorang menteri.
Keempat, aspek nilai ekonomi dan pengenalan potensi lokal. Nilai ekonomi ini terlihat dari stand pameran dan souvenir yang dikelola penitia. Ada stand produk alumni, stand makanan lokal seperti nasi jamblang, empal genthong, tape ketan hitam Cirebon, serta stand souvenir lainnya.
Kelima, aspek rangkaian acara kegiatan. Kegiatan silatnas kali ini, bisa dikatakan three in one. Yaitu gabungan antara keilmuan, kekeluargaan, dan seremonial. Kegiatan keilmuan diwujudkan dalam bentuk seminar sehari dengan tiga tema sekaligus. Ketiga tema tersebut adalah “Kiprah pesantren dan madrasah dalam membangun karakter bangsa”; “Optimalisasi peran dan jaringan IKPM untuk mensejahterakan ummat”; dan “ Kiprah politik santri pasca informasi”. Nara sumbernya juga dari para alumni sendiri. Diantaranya adalah Lukman Saifuddin Zuhri Wakil Ketua MPR-RI, Amsal Bakhtiar Pembantu Rektor II UIN Jakarta, Usman Syihab Pembantu Dekan I Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta. Selain itu juga ada acara hiburan wayang kulit bagi masyarakat umum dan khitanan massal.
Kekeluargaan diwujudkan dalam bentuk tajammu’, nostalgia, temu kangen, tukar informasi dan pengalaman para alumni lintas marhalah. Mulai dari mereka yang tamat tahun 1960-an sampai tahun 2000-an. Semuanya tergabung dalam satu wadah, IKPM Gontor. Tidak ada lagi atribut dan sekat antar angkatan.
“Saya sejak Jumat malam tidur di atas jam 02.00 dini hari karena asyik tajammu’ bersama alumni”, ungkap Amin Nurdin Ketua IKPM Jakarta yang turut hadir dalam acara silatnas ini.
Untuk acara seremonial, panitia penyelenggara mengemasnya dalam bentuk silaturahim di Keraton Kasepuhan Cirebon yang dihadiri oleh empat unsur utama, yaitu keluarga Keraton Kasepuhan Cirebon, Pimpinan Pondok Modern Gontor, Menteri Agama dan jajarannya, serta para alumni Gontor.
Semua acara tersebut terkoordinir dan baik. “Acara ini tertata, terkoordinir, dan terorganisir dengan baik sesuai dengan nama Ketua Panitia Tata Taufik”, ungkap Akrim Maryat yang langsung sisambut dengan tawa oleh hadirin.
Keenam, lokasi silatnas di Cirebon. Kota Cirebon sangat strategis karena mudah dijangkau dari berbagai penjuru dengan banyak pilihan mode transportasi. Yang lebih penting lagi, kesediaan pihak Kerator Kasepuhan Cirebon untuk menjadi tuan rumah merupakan upaya konkrit untuk menghubungkan kembali tali persaudaraan antara alumni Gontor dan asal usul pendiri.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana Gontor bisa menanamkan rasa ukhuwah dan solidaritas yang solid dan kuat di kalangan alumninya? Padahal mereka memiliki kultur budaya, bahasa, profesi, dan bahasa yang berbeda-beda. Menurut Kyai Abdullah Syukri, di Gontor ada nilai, sistem, materi, dan kultur. Keempat dimensi ini menyatu dalam sebuah proses pendidikan di dalam kelas dan di luar kelas. Sehingga pengertian pendidikan di Gontor mencakup apa yang dilihat, dirasa, dan dialami oleh santri.
Sejauh yang penulis rasakan, tidak ada lembaga pendidikan di Indonesia yang bisa menanamkan rasa ukhuwah di kalangan alumni seperti yang terjadi di Gontor. Karena itu, ketika diminta memperkenalkan diri dalam forum atau acara, para alumni Gontor selalu menyebut almamaternya. “Saya alumni Gontor tahun sekian kemudian melanjutnya ke…..”, demikian biasanya mereka memperkenalkan diri. Kata GONTOR itulah sebenarnya yang menyatukan dan mempererat hubungan antar alumni.
Ibarat rukun iman, maka lengkap lah sudah gambaran kesuksesan penyelenggaraan silatnas IKPM di Cirebon. Sekali lagi, kami ucapkan terimakasih, selamat dan sukses, bravo, tahniah, mabruk, dan congratulation. Semoga apa yang dilakukan panitia Silatnas, baik panitia di Gontor, Jakarta, Cirebon, dan tempat lainnya, menjadi amal kebajikan dan mendapat pahala yang berlipat di sisi Allah. Amin.
(Bambang–Alumni 88).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar