Rabu, 25 Desember 2013

Self-imposed control: Cara efektif untuk mengendalikan diri



Acara silaturahim ke VII Jamaah Haji Mandiri Ciputat tahun 2010 yang  diselenggarakan pada hari Rabu, 25 Desember 2013 di kediaman Bapak H. Ibnu Hasyir, berlangsung dengan lancar dan sukses. Kesuksesan ini bisa dilihat suasana keakraban dan kebersamaan yang muncul di kalangan jamaah. 

"Meskipun yang hadir hanya  sekitar dua puluh orang dari seratusan anggota jamaah, namun acara ini cukup sukses", ungkap H. Muhalim Wakil Ketua Forum Silaturahim yang sekaligus berperan sebagai pembawa acara.

 Sementara itu, H. Muhaimin Arief Budyanto Sekretaris Umum, dalam sambutannya mengatakan bahwa perlu dilakukan strategi tertentu untuk meningkatkan antusiasme anggota jamaah dalam mengikuti kegiatan silaturahim seperti ini. 
"Bentuk kegiatan perlu kita ubah, misalnya dengan melakukan kegiatan di luar kota untuk refreshing", ungkap Muhaimin. 

 Angota forum jamaah haji mandiri Ciputat 2010, berpose bersama di kediaman Bapak H. Ibnu Hasyir. Penulis berdiri, paling kanan,berbaju batik lengan pendek.




Pertemuan berikutnya direncanakan pada bulan April 2014, setelah pelaksanaan pemilu. Kepastian tanggal dan tempat akan ditentukan kemudian. Sebagai penanggungjawab kegiatan adalah regu tiga, yaitu Regu  Pak H. Bambang Prayitno dan Regu Pak H. Pipit  Dwi Haryono. 

Acara silaturahim kali ini juga diisi dengan tausiyah yang disampaikan oleh Bambang Suryadi. Menurut Bambang, dalam era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan informasi dan teknologi seperti sekarang ini diperlukan 'benteng' keimanan. 

Benteng yang efektif adalah melalui self-imposed control. Yaitu pengendalian yang muncul dari diri sendiri karena kesadaran kita  tentang dampak dari tindakan atau perilaku yang kita lakukan. Pengendalian diri yang muncul dari dalam diri sendiri jauh lebih efektif daripada pengendalian diri yang ditimbulkan oleh faktor eksternal, seperti kontrol orang tua atau orang lain. 

Sebagai contoh yang sederhana adalah kesadaran diri bahwa "saya tidak perlu mengakses situs porno di internet karena tindakan tersebut tidak membawa manfaat". 

Untuk menumbuhkan  self-imposed control, ada tiga syarat yang perlu dipenuhi, yaitu mu'ahadah, muraqabah, dan mu'aqabah. Mu'ahadah adalah sikap mengingat janji kita kepada Allah pada saat pertama kali Allah meniupkn ruh kepada kita pada usia 140 hari, ketika masih di dalam rahim ibu. Muraqabah adalah keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi dan melihat perilaku kita, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.  Mu'aqabah adalah sikap mengingat akan hukuman dan siksa Allah yang diberikan kepada kita karena kelalaian atau kesalahan yang kita lakukan.

Setelah tiga syarat tersebut dipenuhi, kita juga perlu melakukan positive self-talk, yaitu memberikn sugesti positif kepada diri sendiri. Sugesti positif ini dilakukan dengan cara memberikan bisikan kepada diri kita. Misalnya, pada saat bangun pagi, kita membisikkan kepada diri kita, "Sebentar lagi adzan subuh, ayo cepat bangun dan shalat". Atau "Shalat subuh berjamaah di mushalla atau di masjid lebih utama daripada shalat sendirian di rumah". 

Kamis, 15 Agustus 2013

FORUM SHARING DAN HALAL BI HALAL AP2TPI SE-JABODETABEK 5 SEPTEMBER 2013



PENGANTAR

Asosiasi Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia (AP2TPI) Se-Jabodetabek akan menggelar forum sharing dan halal bi halal di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 September 2013.  Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bersama antar pimpinan Fakultas Psikologi se-Jabodetabek dalam acara Kolokium ke-23 AP2TPI se-Indonesia  di Bandung tanggal 16-18 April 2013. Melalui fórum sharing ini diharapkan akan terwujud  jaringan kerja (network), pertukaran informasi dan pengalaman dari masing-masing AP2TPI se-Jabodetabek.

Forum sharing dilakukan setiap tiga bulan sekali. Kegiatan pertama telah dilaksanakan di Fakultas Psikologi Universitas YARSI Jakarta Pusat pada tanggal 13 Juni 2013. Sedangkan kegiatan kedua akan dilaksanakan di Fakultas Psikologi UIN Jakarta pada tanggal 5 September 2013 dan  pertemuan berikutnya di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana pada tanggal 5 Desember 2013.

WAKTU DAN TEMPAT
  • Tanggal 5 September 2013
  • Pukul 12.00-15.30 WIB (diawali dengan makan siang bersama)
  • Ruang Teater, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Kerta Mukti No. 5 Cirendeu Ciputat
(Kampus II UIN Jakarta)

JADWAL ACARA

12.00-12.30 : Makan siang dan shalat dhuhur
12.30-13.00 : Tour Fakultas (Perpustakaan, ruang dosen, laboratorium)
13.00-13.05 : Pembukaan
13.05-13.30 : Penampilan tim PSM   
13.30-13.40 : Sambutan Ketua AP2TPI Jabodetabek
13.40-13.50 : Sambutan Dekan Fakultas Psikologi
13.50-14.10 : Presentasi profil Fakultas Psikologi dan Pusat Layanan Psikologi (PLP)
14.10-15.00 : Presentasi  “Refreshing tentang Psikometri Baru”  oleh Jahja Umar, Ph.D
15.00-15.20:  Dialog dan tanya jawab 
15.20-15.30:  Penutupan dan Sesi Foto Bersama


MATERI DAN NARA SUMBER

Fakultas Psikologi UIN Jakarta sebagai tuan rumah akan berbagi tentang “Refreshing tentang Psikometri Baru.” Sebagai nara sumber adalah Jahja Umar, Ph.D Dekan Fakultas Psikologi UIN Jakarta.  


PESERTA

  1. Pimpinan Fakultas (Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan), dosen, dan mahasiswa Fakultas Psikologi se-Jabodetabek.
  2. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Jakarta   

  3. PENDAFTARAN

    Bagi peserta yang berminat mengikuti acara ini, supaya memberikan konfirmasi kehadiran dengan memberikan informasi (nama lengkap, institusi, nomor HP dan alamat email) ke Fakultas Psikologi UIN Jakarta, selambat-lambatnya tanggal 31 Agustus 2013, melalui email, fax, atau pesan singkat (SMS).

    Fax   : 021-74714714
    Contact person: Rini Haryani, S.Psi (HP: 081315772370)

Rabu, 10 Juli 2013

UIN JAKARTA RAIH AKREDITASI A DARI BAN-PT Saatnya Melangkah dari UIN ke AUN



Alhamdulillah. Itulah kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kesyukuran kita atas prestasi UIN Jakarta memperoleh nilai A untuk akreditasi institusi dari BAN-PT. Nilai A ini berdasarkan  Keputusan BAN-PT, Nomor: 126/SK/BAN-PT/Ak-SURV/PT/V/2013, tanggal  24 Mei 2013, dengan jumlah nilai 363.

Sehubungan dengan hasil akreditasi tersebut, UIN Jakarta mengadakan tasyakuran di ruang Sidang  Senat, Gedung Auditorium Utama, pada hari Senin, 8 Juli 2013. Hadir dalam acara ini para Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan, Kepala Biro, Ketua Lembaga-Lembaga dan Kepala Pusat di lingkungan UIN Jakarta. 

Menurut Jamhari Wakil Rektor Bidang Kelembagaan, selain UIN Jakarta ada 7 (tujuh) perguruan tinggi negeri dan swasta yang saat ini memperoleh nilai akreditasi A. Ketujuh perguruan tinggi tersebut adalah UGM, ITB, UNAIR, UNHAS, UMM (Universitas Muhammadiyah Malang), UII, dan UNY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). “Jadi posisi UIN Jakarta sudah sama dengan UGM, ITB, UNAIR, dan UNHAS”, ungkap Jamhari seraya menambahkan di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), UIN Jakarta satu-satunya perguruan tinggi yang memperoleh nilai A.

Sementara Komaruddin Hidayat Rektor UIN mengatakan  bahwa  prestasi ini bukan hanya milik UIN Jakarta semata, tetapi juga milik seluruh ummat Islam. Sebab UIN adalah lembaga pendidikan tinggi Islam.  “Oleh karena itu, UIN Jakarta mesti menjadi contoh bagi PTAIN yang lain”, ungkap Komaruddin sambil menegaskan meraih prestasi itu lebih mudah daripada mempertahankan. Maka tantangan ke depan adalah bagaimana mempertahankan prestasi yang sudah diraih.

Cita-cita berikutnya, menurut Jamhari, adalah untuk mendapatkan akreditasi di tingkat Asean melalu Asean University Network. “Kita ingin melangkah dari UIN ke AUN”, ungkap Jamhari yang langsung mendapat aplaus dari hadirin.

Tidak ada gading yang tak retak. Meskipun UIN Jakarta mendapat nilai A, bukan berarti tidak ada kelemahan dan kekurangan. Distribusi guru besar kurang merata. Guru besar pada fakultas agama lebih banyak daripada guru besar pada fakultas umum. Beberapa aspek yang perlu tingkatkatkan adalah pengelolaan, koleksi bukuperpustakaan, layanan akademik berbasis IT, penerbitan ilmiah, career office, dan penyediaan akses internet.

Selamat dan sukses buat UIN Jakarta, jendela keilmuan dan pusat peradaban Islam.

Rabu, 27 Februari 2013

Pengalaman Haji: MATA DIKABURKAN ALLAH



Banyak  pengalaman menarik yang penulis alami ketika menunaikan ibadah haji di tanah suci. Ada yang sifatnya teguran atau peringatan dan ada juga yang sifatnya kemudahan dari Allah.  

Mata Dikaburkan Allah

Ini cerita yang paling unik dalam catatan saya ketika tinggal di  asrama haji Pondok Gede.  Baru beberapa jam tinggal di asrama, sudah ada jamaah yang kehilangan uang living cost sebesar  1.500 riyal.

“Uang living cost saya hilang. Tidak tahu dimana hilangnya. Tadi saya mengganti tali tas paspor  dan uang saya taruh di dalam tas”, ungkap Pak Azhari salah satu jamaah haji rombongan 7 mengawali ceritanya.

“Coba dicari lagi pak”, saran ketua regu.
“Saya sudah cek di dompet, tas, dan tempat tidur, tapi hasilnya nihil”, jawab pak Azhari. 

Karena rasa tanggungjawab, ketua regu tersebut juga ikut mengecek. Tapi tidak menemukan juga alias hampa. Akhirnya berita kehilangan itu  dilaporkan ke bagian  keamanan asrama haji. Dengan cepat bagian keamanan menghubungi polisi dan langsung datang ke asrama. 

Prang pertama kali yang ditanya polisi adalah tukang tas yang mengganti tali tas paspor. Sebab kemungkinan terjadinya kehilangan itu saat mengganti tali tas paspor.

“Saya siap mati di tempat ini pak kalau saya mengambil uang dari tas saat mengganti tali tas”, ungkap tukang tas ketika ditanya oleh polisi apakah dia mengambil uang.

Mendengar kesaksian dan jawaban seperti itu, maka polisi tidak meneruskan penyidikan kepada  tukang tas. Pada saat itulah seorang jamaah minta Pak Azhari untuk tenang dan mengingat-ingat kembali kronologi kejadian dari awal masuk ke kamar sampai uang hilang sambil memberi saran. “Coba tengah malam nanti bangun dan shalat malam untuk berdoa kepada Allah”.

Rupanya saran tersebut diterima oleh Pak Azhari. Begitu bangun malam, sebelum shalat sunat, Pak Azhari mencoba membuka dompetnya kembali. Subhanallah dan Allahu Akbar. Ternyata uang 1.500 riyal itu masih utuh di dalam dompet. “Penglihatan saya dikaburkan oleh Allah rupanya”, ungkapnya seraya menambahkan sudah ada teman yang menawarkan  untuk menghubungi orang pintar.





Please Help Me   

Kejadian ini terjadi ketika melaksanakan umrah sunnah. Salah satu jamaah ada yang tunanetra, yaitu pak Bambang Widodo.  Biasanya dia didampingi oleh Pak Badriyansah, teman dekatnya. Namun kali ini pak Safaruli, anggota jamaah yang sudah cukup tua yang mendampinginya. Nah waktu tawaf, pak Bambang terpisah dari pak Safaruli. Entah bagaimana asal muasalnya tidak diketahui dengan jelas karena kondisi di  masjidil haram sangat penuh sesak dengan jamaah haji meskipun malam hari.

Pak Safaruli merasa bersalah karena temannya yang tunanetra terlepas darinya. Penulis sendiri sempat ketemu  pak Safaruli di tengah-tengah melakukan tawaf. “Saya terpisah dari pak Bambang. Tolong kalau ketemu dikawal ya”, pesan pak Safaruli kepada saya. 

Dalam keadaan terpisah dari teman pemandunya, pak Bambang hanya tawakkal kepada Allah. Tidak ada rasa khawatir atau takut sedikitpun kerena terlantar atau hilang. Saat itulah ia mendapat pertolongan Allah dengan mengucapkan, ““Please help me. Blind. Blind”.  Ia mengucapkan kalimat itu berulang-ulang dengan harapan ada jamaah yang menolong.

Mendengar teriakan itu, akhirnya ada jamaah dari Turki yang membantu pak Bambang menyelesaikan tawaf dan sa’i.  Sementara saya dan kawan-kawan dari anggota rombongannya masih berusaha mencarinya. Karena tidak menemukan pak Bambang, saya dan teman-teman jamaah sepakat untuk pulang ke pemondokan dan melaporkan kejadian ini kepada petugas pembimbing haji dari Kementerian Agama.

Namun, alangkah terkejutnya saya dan teman-teman ketika sampai di pemondokan, ternyata Pak Bambang juga sudah tiba di pemondokan dengan selamat bersama jamaah dari Turki. Alhamdulillah. Nashrun minallah wa fathun qarib.


Mendapat Kemudahan Karena Tahu Bahasa Arab

Bagi jamaah yang bisa berbahasa Arab, selama musim haji, banyak mendapatkan kemudahan. Salah satu pengalaman adalah saat menawar barang  di toko seperti yang penulis alami.

Pagi itu penulis diminta mengantar ibu-ibu membeli peralatan dapur di toko dekat pemondokan di wilayah Bakutmah Mekkah.  Alasan mereka minta didampingi karena penulis bisa berbahasa Arab.

“Nanti kalau di toko tolong bapak yang nawar ya”, ungkap ibu Fitri  dalam perjalanan ke toko.
“Ya”, jawab penulis singkat.

Dengan kemampuan bahasa Arab yang penulis miliki, begitu melihat barang, penulis langsung cas cis cus dengan penjaga toko dengan memakai bahasa Arab.
Kam hadza (Berapa harganya ini)?”, tanya penulis kepada penjaga toko.
Hadza miah wa khamsuna riyal (Harganya seratus lima puluh riyal)”, jawab pemilik toko.
Wallahi ghali hadza (Harganya mahal ini)”, jawab penulis seraya menawar dengan harga 100 riyal.
Zid qalilan ya haj (tambah sedikit ya Haji)”, ungkap pemilik toko.
Akhir tsaman, miah wa ngasyara (Penawaran terakhir, seratus sepuluh riyal)”, ungkap penulis.
Thayyib. La ba’sa (Baik, tidak apa-apa)”, ungkap penjaga toko.

 Lumayan kan bisa dapat harga murah. Ternyata tidak sia-sia bahasa Arab yang penulis miliki. Alhamdulillah.
 
Majjanan   

Majjanan, fi sabilillah, halal….halal…. Demikian cara orang bersedekah atau menawarkan pemberian kepada jamaah haji di Mekkah.  Begitu mendengar “halal-halal”  para jamaah segera bergegas ke arah suara tersebut dan antri untuk mendapatkan jatah. Isi bingkisan bervariasi. Biasanya tiga jenis. Ada roti, sale, dan keju atau  buah, juice dan air mineral.  Ada juga nasi briyani dengan lauk ayam/daging.

Pelaku sedekah biasanya datang dengan mobil dan memarkir kendaraannya di pinggir jalan. Kemudian  membuka kaca mobil dan berteriak “halal, halal, halal…….fi sabilillah….” sambil memberikan bingkisan. Jika ada jamaah yang tidak mau antri dengan tertib alias berebut, orang yang bersedekah langsung menyalakan mobil dan  pindah ke tempat lain.

Dari tiga istilah  tersebut (halal, fi sabilillah dan majjanan), kata majjanan (gratis) kurang akrab di kalangan  jamaah Indonesia. Ceritanya, usai shalat Jumat  ada pembagian nasi briyani di dekat masjid Arrahman Jl. Khalil Ibrahim Mekkah.  Yang membagi sedekah adalah seorang koki keturunan Turki dalam keadaan masih lengkap dengan pakaian kebesaran kokinya. “Majjanan….. majjanan…..” ungkapnya seraya  menawarkan nasi. Saya sendiri langsung antri dan mendapat satu bungkus plastik berisi nasi. Cukup untuk makan tiga orang. Tetapi teman-teman jamaah yang satu rombongan dengan saya lewat begitu saja. Tidak menghiraukan pemberian makanan gratis.

Saya kurang tahu apakah teman-teman saya itu  tidak suka nasi briyani atau ada alasan lain.  Setelah sampai kamar saya baru tahu bahwa teman-teman jamaah yang tidak mengambil jatah nasi briyani karena tidak tahu kalau majjanan  itu artinya gratis.

“Saya kira orang jualan biasa maka saya tidak  antri karena tidak bawa uang”, ungkap seorang teman penulis  yang tidak tahu arti majjanan.  “Saya tidak tahu kalau ada pembagian nasi gratis. Dalam ingatan saya pemberian gratis itu hanya “halal dan fi sabilillah” ucapnya.