“Jadi tukang parkir itu harus sabar pak menghadapi pelanggan”, ungkap tukang parkir di sebuah toko pakaian di Sragen mengawali obrolan dengan penulis.
“O ya. Bisa dijelaskan”, ucap penulis.
“Dari sekian banyak pelanggan, ada yang mau bayar dan ada yang tidak mau bayar. Prinsip saya, jangan sampai menyakiti hati pelanggan”, jelas tukang parkir sambil menghisap rokok kreteknya.
Dari bahasa tubuh tukang parkir itu, saya dapat memahami ia bekerja tanpa tekanan. Saat bercerita pun penuh dengan keceriaan di mukanya. Ada makna hidup yang saya dapat dari tukang parkir itu. Itulah Pak Suwrdi, sudah sembilan tahun jadi juru parkir.
Jika juru parkir dituntut melayani dengan penuh kesabaran, bagaimana kita yang bekerja di sektor layanan umum? Bagian keuangan. Bagian administrasi akademik dan Bagian umum Fakultas? Atau di bagian lain pada institusi yang memberi layanan publik.
Biasakan melayani dengan hati plus senyum, salam, dan sapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar