Gili itu artinya pulau kecil. Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan, itulah nama tiga pulau kecil di Lombok Utara. Untuk menuju pulau tersebut diperlukan waktu lima puluh lima menit dari tempat saya menginap. Tiga puluh menit untuk perjalanan darat dari hotel ke tempat penyeberangan dan dua puluh lima menit untuk menyeberang dengan perahu.
Sebelum tahun 2010, pulau Gili merupakan bagian dari Lombok Barat. Namun setelah ada pemekaran kabupaten, sejak tahun 2010 pulau Gili menjadi bagian dari Kabupaten Lombok Utara.
Dari ketiga pulau itu, Gili Trawangan yang menjadi tumpuan mayoritas pelancong. Ada beberapa alasan mengapa Gili Trawangan menjadi pilihan utama. Pertama, Gili Trawangan merupakan pulau yang terbesar dari ketiga pulau tersebut. Kelebihan lainnya adalah, hanya Gili Trawangan yang memiliki bukit. Selain itu, tentu fasilitas akomodasi, rekreasi dan restorannya lebih lengkap dibanding dua Gili lainnya. Oleh kKarena itu para turis lebih suka ke pulau Gili Trawangan. Namu ada juga diantara mereka yang mengunjungi ketiga-tiganya. Biasanya dimulai dari Gili Air, kemudian meneruskan ke Gili Meno dan berakhir di Gili Trawangan.
Karena keterbatasan waktu, saya memutuskan untuk langsung menuju ke Gili Trawangan. Trawangan artinya terowongan karena di pulau Gili tersebut ada terowongan yang dibangun waktu penjajahan Jepang dulu. Pulau dengan panjang 3 km dan lebar 2 km itu dihuni kurang lebih 700 kepala keluarga. Penghasilan utama mereka adalah dari pariwisata. Karena lokasinya yang kecil, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pertanian atau industry.
Indah, bersih, rapi, damai, dan alami. Subhanallah. Allah Akbar. Itulah kesan penulis ketika pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini. Tidak ada rasa capek atau letih setelah dua puluh lima menit menyeberang lautan.
Gili Trawangan merupakan surga bagi penggemar snokling dan diving. Pasir putih sepanjang pantai, air laut yang jernih, dan penangkaran kura-kura menjadi daya tarik tersendiri. Ditambah udara yang segar dan bebas polusi karena alat transportasi yang diperbolehkan di Gili Trawangan hanya sepeda dan andong. Tidak ada sepeda motor, apalagi mobil. Maka udaranya sangat segar dan bersih. Tidak ada polusi seperti di Jakarta.
Untuk menuju ke sana, pagi itu kami menggunakan jasa kapal barang. Kami cukup membayar 350 ribu untuk berangkat dan pulang. Biaya ini lebih murah dibandingkan dengan menggunakan kapal boat, yaitu 750 ribu.
“Lebih enak pakai kapal barang karena kapalnya besar sehingga tidak takut kena ombak”, jelas pak Ervan yang mendampingi kami. Untuk naik kapal barang, kami menunggu di Mentigi Beach, lokasinya dekat dengan MTs Mentigi.
Begitu turun dari perahu, kami bertiga langsung menuju tempat penangkaran kura-kura. Lokasinya tepat di pinggi pantai. Dengan luas sekitar seratus meter persegi, terdapat tiga tempat penangkaran kura-kura. Penempatan kura-kura di tiga tempat itu disesuaikan dengan usia kura-kura.
“Setelah satu tahun baru kita lepas ke laut. Karena kalau kurang dari satu tahun masih rawan dimakan binatang lain”, ungkap petugas penangkaran kura-kura asal Jakarta. Untuk melepas kura-kura, diadakan ceremony tersendiri. Satu kura-kura yang dilepas dikenakan biaya 350 ribu untuk turis asing dan 250 ribu untuk turis domestik. Uang yang terkumpul itu digunakan untuk biaya operasional penangkaran, termasuk membayar listrik, makanan, dan kebersihan. “Ini kegiatan non profit dengan tujuan untuk kelestarian alam lingkungan kita”, ungkap petugas tersebut.
Waktu di Gili Trawangan, saya diajak bersilaturahim ke rumah pak Burhanuddin, guru SD Negeri Trawangan. Selain berprofesi sebagai guru, pak Bur, panggilan akrabnya, juga memiliki usaha homestay dengan tujuh kamar.
“Bagunan ini saya bangun sendiri sejak satu setengah tahun yang lalu”, ungkap Pak Bur mengawali cerita di gazebo depan rumahnya.
“Pada saat membangun ada ada turis yang tidak percaya dengan kemampuan saya dan mengkhawatirkan bangunan bisa roboh”, paparnya seraya menambahkan biaya pembangunan di sini sangat mahal karena seluruh bahan bagunan di datangkan dari seberang, termasuk pasir. Jika harga pasir satu kapal kecil 300 ribu di seberang disini bisa 900 ribu.
Nama homestay milik pak Bur adalah Dua Nina Homestay. Dalam kartu namanya ditulis “Right place for backpackers”. Tarif homestay di rumah pak Bur sangat murah. Berkisar antara 100-150 ribu per hari. Di sini, mau mencari penginapan dari 100 ribu sampai satu juta juga ada. Tergantung kemampuan finansial masing-masing pelancong.
Kelebihan lainnya, menu sarapan pagi di tempat pak Bur bervariasi. “Kalau di tempat lain hanya satu jenis, di sini tamu bisa milih atau mesan”, jelas pak Bur yang pada awalnya usaha TV kabel.
Homestay di tempat pak Bur juga dilengkapi dengan Wivi gratis. “Fasilitas Wivi inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong. Karena mereka yang kesini perlu berkomunikasi dengan keluarga di kampung halaman dengan menggunakan jaringan internet”, ungkap Bapak dua anak tersebut.
Tingkat hunian homestay pak Bur sangat tinggi. Sampai 90% tingkat huniannya. Kalau di tempat lain ada yang punya tiga kamar, kadang hanya terisi dua kamar, di sini sering kekurangan kamar. Jika kondisi seperti ini, maka Pak Bur akan memberikan ke teman yang memiliki penginapan.
Dengan beberapa kelebihan tersebut, bukan berarti pulau Gili Trawangan tidak ada kelemahannya. Di sini sulit untuk mendapatkan air tawar. “Air bawah tanah masih terasa asin. Maka saya membeli air galon untuk keperluan masak”, ungkap Pak Bur.
Turis yang semula hanya ingin tinggal tiga hari di penginapan Pak Bur, setelah mereka merasakan nikmatnya di sini sampai tinggal satu minggu. Demikain ungkap pak Bur mempromosikan homestay miliknya.
Usai menikmati teh panas dan pisang goreng di homestay pak Bur, kami meneruskan perjalanan dengan mengelilingi Gili Trawangan. Cukup dengan membayar 50 ribu untuk satu andong dengan kapasitas tiga orang. Kesan kami, yang menikmati keindangan Gili Trawangan ternyata lebih banyak turis asing daripada turis domestik. Mereka ada yang dari Belanda, Jerman, Australia, Swiss, dan negara Eropa lainnya. Bagi mereka Gili Trawangan merupakan surga dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar