Salah satu
menu makan di Pondok Gontor yang terkenal dan populer di kalangan santri adalah
sayur tewel. Yaitu sayur nangka muda, dimasak dengan kuah yang diberi santan
dan cabe. Perpaduan antara santan dan cabe inilah yang membuat sayur tewel
menjadi nikmat. Lezat. Mantap. Maknyus.
Di Jawa,
tewel disebut 'gori' dan biasanya dimasak menjadi 'gudeg'. Di Padang, tewel
biasa dimasak dengan bumbu gulai, sebagaimana mudah kita temui di Warung makan
Padang. Di Gontor, tewel dimasak dengan cara yang khas.
Bagi
santri Gontor, khususnya pada tahun 1980-an, sayur tewel merupakan menu favorit
kedua setelah 'pecel'. Biasanya disajikan untuk makan siang, dengan lauk tempe
goreng.
Di Gontor,
dalam hal makanan, ada kebijakan, santri boleh menambah nasi dan sayur, tetapi
tidak boleh menambah lauk. Oleh sebab itu ada sistem kupon atau kartu untuk
pengendalian/kontrolnya. Bahkan ada pengurus OPPM Bagian Koperasi Dapur yang
bertugas mengawasi proses antrian mengambil jatah makan. Di sinilah sebenarnya
terjadi penanaman disiplin antri bagi para santri.
Nah bagi
santri penggemar sayur tewel--termasuk saya--biasanya akan menambah sayur dan
nasi. Namun, kebanyakan makan sayur tewel bisa berdampak ngantuk di kelas.
Mereka
yang ngantuk di kelas sering dijadikan guyonan oleh teman-temannya dengan
istilah:
"Huwa
naim fil-fashli, liannahu katsiru akli tewel". Artinya, dia tidur di kelas
karena kebanyakan makan sayur tewel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar