Jumat, 18 Mei 2012
NASI JAMBLANG MANG DUL CIREBON
NASI JAMBLANG MANG DUL CIREBON
Jl. Cipto Mangun Kusumo (Perempatan Grage) Cirebon
Nikmat…. Lezat….Mantap….. Mak Nyusssssssss…..
Itulah kesan penulis saat menyantap Nasi Jamblang Mang Dul untuk sarapan pagi di Cirebon. Salah satu wisata kuliner di Cirebon adalah Nasi Jamblang Mang Dul yang berlokasi di perempatan Grage, jalan Cipto Mangun Kusumo Cirebon. Sensasi makanan khas Cirebon ini membuat para pengunjung ketagihan untuk kembali lagi dan kembali lagi. “Setiap kali ke Cirebon saya mesti mampir ke Nasi Jamblang Mang Dul. Ga lengkap rasanya jika tidak makan Nasi Jamblang Mang Dul”, ungkap seorang pembeli dari Jakarta.
Nasi Jamblang Mang Dul dirintis sekitar empat puluh tahun yang lalu oleh Pak Abdul Razak (almarhum). Usaha yang ada sekarang ditangani oleh anak-anaknya. “Bapak saya merintis warung ini mulai tahun 1970-an dan setelah beliau meninggal, anak-anaknya yang meneruskan usaha”, ujar salah satu putrid pak Razak yang menjadi kasir sambil menambahkan saat ini cabangnya ada di Matahari dan Cirebon Super Blok.
Sensai Nasi Jamblang Mang Dul bisa dilihat dari rasa, cara penyajian, pilihan menu, pengaturan tempat duduk, dan cara pembayaran. Begitu datang, calon pembeli biasanya langsung memberi jumlah nasi yang diinginkan. Misalnya dua atau tiga bungkus. Maka sang pelayan akan menyiapkan nasi sesuai dengan pesanan tersebut.
Nasi Jamblang disiapkan dalam ukuran sekepal kecil dan dibungkus dengan daun jati. Berbeda dengan nasi timbel yang dibungkus dengan daun pisang. Daun jati ternyata memberikan aroma tersendiri, yaitu wangi. Sejak dulu kala, para nenek moyang kita memang telah memakai daun jati untuk bungkus membungkus. Seperti di kampung penulis dulu, biasanya kalau ada kenduri, para tamu selalu pulang dengan membawa nasi ‘berkat’ yang dibungkus dengan daun jati. Nah, inilah salah satu kekhasan Nasi Jamblang Mang Dul yang tidak menggantikan daun jati dengan platik atau kerta minyak sebagaimana sering kita temukan di warung-warung lainnya.
Setelah mendapat nasi dengan alas daun jati dan ditarus di atas piring dari melamin, pembeli bisa memilih aneka lauk yang tersedia. Pilihannya banyak sekali. Ada tahu sayur, tempe goreng, telur dadar, paru-paru kering, bergedel, otak goreng, sate usus, ikan tongkol, semur gading sapi, dan aneka pepes (kerang, udang, cumi-cumi, kepiting). Untuk lauk pauk sistem layanan di sini memakasi sitem self service. Hanya nasi dan sambal yang dilayani oleh pelayan.
Nah supaya tidak lupa berapa lauk yang diambil, pembeli biasanya sebelum makan mengecek kembali jumlah dan jenisnya. Ada juga pelanggan yang saking berhati-hatinya supaya tidak lupa, biasanya sebelum makan, minta pelayan untuk menghitung harga. Dengan cepat dan tangkas, pelayanan tersebut menghitung memakai kalkulator dan kemudian menyerahkan catatan harga dalam kerta kecil.
Masalah harga, tidak perlu khawatir. Sangat murah dibandingkan dengan sensari rasa yang kita peroleh. Seperti yang penulis alami, pada hari Sabtu pagi (19/05/12), penulis makan dua bungkus nasi dengan empat jenis lauk (tahu, tempe, paru-paru, dan telur dadar plus sambal) dengan minuman the tawar (gratis). Mau tahu berapa harganya? Hanya tiga belas ribu rupiah.
Keunikan lain di warung Mang Dul ini adalah posisi tempat duduk. Tempat duduk di sini berbeda dengan desain di kafe atau restoran lainnya. Jika di kafe didesain supaya pemberli bisa berlama-lama menikmati makanan dengan iringan musik, di warung Mang Dul, tempat duduknya berupa kursi panjang dari kayu, cukup untuk lima orang per kursi. Demikian juga mejanya. Dengan desain seperti ini, orang tidak bisa berlama-lama di warung. Maka jarang kita menemukan orang yang makan terus dilanjutkan dengan ngobrol atau membuka lap top, seperti yang biasa kita temukan di kafe atau restoran modern.
Para pembeli tenggelam dalam sensasi rasa makanan tradisional ala Mang Dul. Tidak ada aktifitas lain kecuali menikmati makanan. Oleh sebab itu, begitu makanan habis, biasanya pembeli tidak berlama-lama di warung. Mereka langsung menemui juru hitung dan kemudian membayar ke kasir terus pulang. Karena pengunjung lainnya sudah antri untuk duduk di bangku.
Hanya saja, menurut penulis, ada satu kekurangan Nasi Jamblang Mang Dul, yaitu tidak ada sayur dan buah. Jangan diharap Anda bisa menemukan sayur di sini, sebagaimana bisa kita temukan di warung tradisional lainnya, seperti sayur asem, lalapan, sayur lodeh, atau oseng-oseng kangkung. Di sini yang ada sayur tahu, yaitu tahu yang dimasak dengan kuah, tetapi sekali lagi, tidak ada sayurnya. Kuah yang ada disiapkan bari pembeli yang tidak bisa makan ala keringan alias tanpa kuah. Maka satu-satunya kuah adalah kuah tahu tersebut. Demikian juga jangan diharap Anda bisa menemukan buah-buahan untuk penutup makan. Seandainya Nasi Jamblang dilengkapi dengan sayur dan buah pasti sensasi makanan akan semakin lengkap.
Ada nilai-nilai moral yang kita temukan dari Warung Nasi Jamblang Mang Dul. Yang paling utama dan penting menurut penulis adalah nilai kejujuran. Seorang pembeli harus jujur ketika menyebutkan jumlah nasi dan jenis lauk yang dimakan. Karena sistem layanan yang ada, pembeli memesan nasi,mengambil lauk, makan, baru membayar. Dengan sistem seperti ini, seandainya ada orang yang tidak jujur, misalnya makan empat bungkus nasi dan lima lauk, tetapi menyebutkan dua bungkus nasi dan tiga lauk, tidak ada pelayan atau kasir yang tahu. Hanya pembeli yang jujurlah yang bisa menikmati sensasi rasa nasi Jamblang Mang Dul.
Nilai moral lainnya adalah kesabaran dan kepedulian terhadap pembeli yang lain. Sabar saat memesan nasi dan mengambil lauk, karena sistem antrinya tidak diatur sedemikian rupa. Sikap kepedulian kepada pengunjung lain yang menunggu giliran duduk, dengan cara tidak berlama-lama ngobrol di warung jika makanan sudah habis.
Terkait dengan nilai kejujuran, penulis pernah bertanya kepada pemilik warung mengapa tidak membuka cabang di Ibu Kota Jakarta. “Di Jakarta masih sulit untuk menemukan orang jujur. Bisa jadi malah rugi jualan nasi Jamblang di Jakarta”, ucap sang kasir yang nota bene anak dari Pak Abdul Razak (almarhum). Benar juga apa yang dikatakan kasir tersebut. Artinya, kejujuran saat ini menjadi sesuatu yang sangat mahal di tengah-tengah kehidupan modern seperti sekarang ini. (BangS).
Cirebon, 19 Mei 2012
07.57 am.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar