Rabu, 20 Juni 2012

Travel Note:SAYUR LEMPAH DARAT KHAS BANGKA


Sejak duduk di bangku sekolah dasar dulu, yang saya ketahui tentang Bangka adalah timah dan lada putih. Dua sumber daya alam inilah yang membuat nama Bangka dikenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional.  Muntok White papper (lada putih Muntok) merupakan produk unggulan di kancah internasional.

Saya sudah empat kali ke Bangka. Selalu ada daya tarik tersendiri di setiap lawatan atau kunjungan. Selain timah dan lada putih, Bangka masih menyimpan banyak hal lagi. Keindahan alamnya yang luar biasa. Pantai Perai yang terletak Tanah Liat Bangka. Kurang lebih 40 km dari kota Pangkal Pinang ibu kota Bangka.

Pasir putih yang indah di sepanjang pantai, membuat para  pengunjung betah berlama-lama di sana. Udaranya segar dan airnya bersih serta jernih karena belum kena polusi. Ditambah batu-batu karang yang menjulang tinggi di sepanjang pantai. Plus aneka makanan sea food di setiap cafĂ© atau resort  di pinggir pantai. Ya, itulah yang membuat kita betah dan berlama-lama di pantai Perai Bangka.

Di dekat Pangkal Pinang, juga ada pantai Pasir Padi. Di sini pelawat bisa dimanjakan dengan aneka makanan laut. Makan ikan bakar sambil melihat ke arah laut. Ditemani dengan es kelapa muda. Wah…. Sempurna betul makan siang di Pantai Pasir Padi.

Bicara masalah kuliner, di sini ada krupuk Bangka. Inilah yang biasa dijadikan oleh-oleh mereka yang berkunjung ke sini.  Untuk makanan tradisional, ada satu jenis makanan khas Bangka yang belum banyak diketahui oleh mayoritas pelawat. Namanya adalah sayur Lempah Darat.

“Disebut lempah (sayur)  darat karena bahan-bahannya ada di darat dan mudah didapat. Bahan utamanya adalah ubi dan pelepah tales”, ungkap guru SD yang makan siang di dekat penulis sambil menambahkan disa dicampur dengan sayur lainnya, sesuai selera, seperti kacang panjang atau terung kecil.

“Lho kalau bahannya dari laut, disebut lempah laut dong”, kata pak Imam dari Puspendik menimpali obrolan saat makan siang.

Pada awalnya penulis mengira sayur  lodeh seperti di pulau  Jawa. Tetapi setelah mencicipi, ternyata bukan sekedar sayur lodeh. Karena bahan dan cara masaknya berbeda dengan sayur lodeh. Rasanya pasti berbeda. 

“Bagi penduduk Bangka, hajatan keluarga tidak terasa sempurna tanpa sayur lempah darat. Karena inilah jati diri kuliner di Bangka”, ungkap peserta pelatihan penulisan soal saat makan siang.

Untuk masak sayur lempah darat, cukup dengan tiga jenis bumbu, yaitu garam, terasi, dan cabe.  Sederhana sekali. Tidak pakai bawang merah atau bawang putih. Juga tidak pakai lada meskipun Bangka terkenal penghasil lada.

“Kalau tidak bisa masak, terasa gatal”, ungkap seorang guru SD yang sedang mengikuti pelatihan penulisan soal saat makan siang.

“Lempah darat cocok dimakan pada siang hari dipadukan dengan ikan asin”, jelas pak Natsir pegawai Dinas Pendidikan Provinsi yang mendampingi penulis selama di Bangka.

Tidak semua rumah makan, tambah pak Natsir, menyediakan menu sayur lempah darat. Karena itu, rumah makan yang menyediakan menu lempah darat biasanya selalu penuh pengunjung.

Untuk bisa merasakan sayur lempah darat, ada cara makannya sendiri. “Makan sayur ini akan terasa lebih nikmat kalau dipisahkan dari nasi alias ditempatkan di mangkuk tersendiri”, ungkap Ibu Kepala Sekolah SD kepada penulis.

Wah…nikmatnya makan siang kali ini. Alhamdulillahi alladhi ath’amana wa saqana wa ja’alana muslimin. (BangS, Hotel Griya Tirta, Pangkal Pinang, 1 April 2012)

Biaya Studi Banding DPR ke Jerman


Pasa musim reses di bulan April 2012, anggota DPR Ri mengadakan perjalanan ke luar negeri. Disebutnya studi banding. Istilah yang sudah mulai tidak populis di kalangan masyarakat Indonesia.

Studi banding anggota DPR-RI Komisi I beserta keluarga menghabiskan biaya 3.1 milyar rupiah. Saat di Jerman, mereka terekam oleh kamera sedang belanja di pusat perbelanjaan terkenal.  Yang lebih parah lagi, mereka ditolah oleh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) setempat justru dalam acara ramah tamah di gedung KBRI.

Biaya kunjungan tersebut hanya untuk beberapa orang dalam beberapa hari saja. Jumlah tersebut lebih banyak daripada pagu Fakultas Psikologi tahun 2012, yaitu hanya 2.4 milyar rupiah. Dengan pagu ini, Fakultas Psikologi dapat melayani 1.250 sivitas akademika (dosen dan mahasiswa plus karyawan).

Apa hasil studi banding? TIdak jelas. Yang pasti pemborosan uang negara. Sedangkan hasil belajar mengajar di fakultas sangat jelas dan terukur serta memiliki dampak jangka panjang, yaitu mencerdaskan bangsa.

Tidak malukah anggota Dewan? Apa reaksi mereka? Membela dirikah? 
Anehnya, Haryono Isman, wakil ketua komisi I DPR-RI dalam penjelasan kepada pers mengatakan  bahwa studi banding ke Jerman kali ini merupakan studi banding yang paling berhasil dibandingkan studi banding sebelumnya. Apa indikator berhasilnya? Berhasil didemo mahasiswa? hahahahahah

ULANG TAHUN YANG MENGHARUKAN


Terharu. Sekali lagi terharu.  Itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan  ulang tahun ke-42 saya pada hari Selasa, 29 Mei 2012 di kantor Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Bagaimana tidak terharu. Mulai dari kue, doa bersama, nyanyian ulang tahun, dan potong kue, disiapkan dengan penuh kejutan atau surprise. Semuanya di luar dugaan saya. Padahal saya tidak memberitahu siapapun di BSNP bahwa hari  ini adalah hari jadiku. Ya, betul-betul surprise buat saya peristiwa hari ini.  


 Berdoa bersama sebelum pemotongan kue ulang tahun di ruang sidang BSNP. Doa dipimpin oleh
 Teuku Ramli Zakaria, Anggota BSNP. Dari kiri ke kanan, Prof. Djemari Mardapi,
 Prof Gaguk Margono, Prof Edy Tri Baskoro, penulis, Prof M. Aman Wirakartakusumah, 
Dr.Teuku Ramli Zakaria, dan Pendeta Weinata Sairin.

Saya merasa teman-teman di sekretariat dan keuangan begitu perhatian dan peduli kepada saya.  Meskipun dalam suasana sederhana, tapi  penuh makna yang tak terlupakan dalam sejarah hidup saya. Yaitu makna kebersamaan, kekeluargaan, keakraban, dan keharmonisan. Subahanallah. Allahu Akbar. Semoga Allah membalas ketulusan dan kebaikan mereka dengan imbalan yang berlipat ganda. Amin.

Bagi saya ulang tahun adalah siklus kehidupan yang biasa. Tidak perlu ada acara yang istimewa. Saya hanya melakukan sujud syukur atas usia, rezeki, kesehatan, dan rahmat Allah yang telah berikan kepada saya selama ini. Dalam hal ini saya bisa dikatakan termasuk orang yang memegang paham konvensional.

Namun hari ini saya sangat terkejut, ketika ada kue ulang tahun di kantor BSNP. Lebih-lebih saat berdoa dan menerima ucapan selamat ulang tahun dari Ketua, anggota, dan staf sekretariat BSNP. Saya juga penasaran, siapa desainer di balik kejutan hari ini. Untuk menghilangkan rasa penasaranku, saya memberanikan diri mengajukan pertanyaan. 


 Potong kuenya....potong kuenya...potong kuenya sekarang juga.......


“Dari mana Ibu tahu hari ini hari ulang tahun saya?”, tanyaku kepada Ibu Lina bagian keuangan dengan penuh keharuan.
“Tadi malam alarm handphone saya berdering”, jawab bu Lina sambil tersenyum.  

Secara terpisah, bu Ning ketika saya tanya dengan pertanyaan yang sama juga memberikan jawaban senada.
“Kita ada catatan tersendiri Pak”, ungkapnya dengan penuh keakraban.

Selain dari anggota dan staf BSNP, ucapan selamat ulang tahun juga datang dari Pak RT 02/12. Melalui SMS, pak Sumradi mengucapkan selamat ulang tahun.
“Selamat Ulang Tahun Pak Bambang. Semoga panjang umur, sehat, murah rezeki,sukses dalam membina rumah  tangga dan karir serta  senantiasa dalam lindungan  Allah SWT. Amin”. Dari Sumradi dan keluarga.

Lain lagi ucapan selamat dari mahasiswa pascasarjana fakultas psikologi. “Dan kesejahteraan semoga selalu  dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. Happy birth day”.

Dari pihak fakultas psikologi, ada Sdri Rini, Senja dan Sri Mulyati yang turut mengucapkan ulang tahun pada hari ini.

Anehnya, istri dan anak-anak saya sendiri lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Mereka belum mengucapkan ulang  tahun ketika saya sudah menerima ucapan ulang  tahun dari berbagai pihak. “Barang kali istri dan anak-anak lupa, sebab saat ulang tahun anakku yang pertama saya juga lupa”, pikirku dengan positif.

Pada sore hari menjelang maghrib, istri saya pulang dari tempat kerja, UIN Jakarta. Saat itulah saya membuat kejutan baginya. Begitu masuk rumah langsung saya sambut dengan pertanyaan, “Lupa ya hari ini tanggal 29 Mei?”.
“Ya Allah….Abi ulang tahun”, jawab istri  sambil memelukku erat-erat.

Setelah cipika-cipiki, saya menelpon anak-anak di Malang mengingatkan mereka kalau hari ini ulang tahun.
“Tadi Ara telpon, tapi Abi belum pulang”, ungkap anakku nomor tiga mengawali pembicaraan. Kemudian secara bergantian tiga anak saya mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya.
“Abi ulang tahun ke berapa hari ini?”, tanya anak nomor pertama yang saat ini duduk di kelas VI Madrasah Ibtidaiyah.

“Ulang tahun ke-42”,jawabku sambil menjelaskan angka empat artinya saat ini saya dikarunia empat anak, yaitu Icha, Uding, Ara, dan Rafi. Sedangkan angka 2 (dua) artinya kedua orang tua (bapak dan ibu). Angka dua juga berarti, Rafi, anak keempat saya saat ini berusia dua tahun.  Empat ditambah dua menjadi enam, yang berarti rukun iman. Angka enam juga berarti bahwa anak pertama saya saat ini duduk di kelas enam dan baru saja ikut Ujian Nasional pada bulan April yang lalu.

Tetapi, tambahku, selain arti angka 42 tersebut, ada yang lebih mengharukan.
“Apa itu bi?”, tanya anakku dengan rasa ingin tahu.
“Tahu gak…. Pada saat teman-teman dan kerabat Abi di tempat kerja mengucapkan ulang tahun,bahkan mendoakan dan menyediakan kue ulang tahun, Mama malah lupa kalau hari ini ulang tahun Abi”.
“Ya Allah……kok bisa Bi?”, komentar mereka dengan penuh keheranan.
“Ya bisa namanya juga manusia”, jawabku singkat.

Itulah kisah ulang tahun yang mengharukan. Menjadi sejarah tersendiri dalam kehidupan saya dan tidak pernah akan saya lupakan. Apapun yang terjadi, saya hanya bisa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, kerabat, sahabat, dan teman di BSNP, Fakultas Psikologi, dan perumahan Alam Cirendeu. Semoga Allah menerima kebaikan mereka dengan memberikan imbalan yang berlipat ganda di dunia dan akhirat. Amin.

Selasa, 12 Juni 2012

AMI: SOSOK ANAK YATIM YANG MANDIRI DAN BERCITA-CITA TINGGI

Namanya Ami, murid SD di sebuah desa di Pandeglang Banten. Sejak ditinggal kedua orang tuanya, Ami hidup bersama neneknya. Di sebuah rumah kecil berdinding bambu dan beratap daun. Di rumah inilah Ami menjalani hidupnya sehari-hari.

Neneknya bernama Amiyah, usia 72 tahun. Tidak memiliki pekerjaan tetap. Kalau ada orang yang meminta tenaganya, baru dia bekerja. Sehari dibayar 10 ribu rupiah. Jika tidak ada permintaan kerja, berarti tidak ada penghasilan hari itu.

Untuk bertahan hidup, Ami berjualan es lilin di sekolah. Ia mengambil es dari seorang ibu sebagai tengkulak. Ditempatkan di termos dingin. Sehari bisa membawa 20 batang es lilin. Sebatangnya dijual dengan harga 250 rupiah. Jika laku semua, Ami membawa uang setorang sebanyak 5 ribu rupiah. Oleh tengkulak, Ami mendapat seribu rupiah. Jika ada sisa es, biasanya diberikan kepada Ami.

Namun uang dari hasil jualan es lilin itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena ia harus berbagi dengan neneknya. Seusai pulang sekolah, Ami bersama neneknya, mencari botol bekas minuman mineral dan kertas untuk dijual ke penadah barang bekas. Itupun belum mencukupi. Maka Ami masih mencari sayur daun singkong atau daun melinjo untuk keperluan makan.

Lauk yang paling mewah bagi Ami dan neneknya adalah tempe dan tahu. Ami tidak pernah makan daging ayam, ikan laut, apalagi daging sapi. Terlalu mahal bagi Ami untuk bisa membeli lauk seperti itu.

Di balik kesulitan dan kesempitan yang dihadapi Ami, ada nilai-nilai kehidupan yang bisa kita tiru. Pertama, sebagai anak yatim, Ami tidak pernah minder. Ia selalu ceria dan menjalani hidupnya dengan percaya diri. Ami tidak malu berjualan es, meskipun kadang ada teman-temannya yang mengejek.

Kedua, Ami selalu menjaga perilakunya sopan, hormat kepada orang lain, terutama neneknya, dan tidak pernah menuntut. Pernah, dia pulang dengan membawa dua batang es lilin. Di rumah neneknya sudah menunggu kepulangannya.

“Assalamu’alaikum”, ucap Ami ketika sampai di depan pintu rumah. Begitu neneknya keluar, Ami langsung mencium tangan sebagai rasa hormat dan syukurnya karena telah bergi dan pulang sekolah dengan selamat.

Pada saat yang bersamaan, Ami memberikan satu batang es lilin kepada neneknya. Sedangkan yang satu batang lagi untuk Ami. Saya sempat terharu saat menyaksikan Ami dan neneknya menikmati es lilin di siang hari. Itulah makan siang Ami dan neneknya saat itu.

Ketiga, Ami meskipun sebagai anak yatim, tetap memiliki cita-cita yang tinggi dan mulia. Cita-cita Ami adalah ingin menjadi guru. “Saya ingin mengajarkan ilmuyang bermanfaat bagi murid-muridku.Supaya mereka bisa hidup lebihbaik dari kondisiyang saya alami sekarang”, ucap Ami. Subhanallah, sebuah cita-cita yang mulia dari seorang Ami. Ya Allah, semoga Ami bisa mencapai cita-citanya yang mulia dengan pertolongan dan bimbingan-Mu.

Keempat, siapapun yang menyaksikan kisah Ami, pasti tersentuh hatinya dan berempati. Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Pandeglang, harus memberikan perhatian kepada Ami dan anak-anak lain yang senasib dengannya. Terlaku angkuh dan sombong jika mereka tidak tersentuh dengan kisah yang ditayangkan perusahan TV swasta dalam program “Orang Pinggiran” tersebut pada hari Selasa (12/6/2012).

Kelima, bagi anak-anak yang masih memiliki orang tua dan hidup dalam kecukupan, tentu harus lebih bersyukur dan mandiri dalam kehidupannya. Lebih giat belajar. Senantiasa hormat kepada kedua orang tua dan menghargai orang lain. Rukun dan akrab dengan sesama rekannya. (BangS)